Bell’s Palsy adalah kondisi yang menyebabkan kelumpuhan atau kelemahan tiba-tiba pada satu sisi otot wajah. Kondisi ini umumnya bersifat sementara, namun dapat menimbulkan kekhawatiran karena gejalanya menyerupai stroke. Bell’s Palsy terjadi ketika saraf wajah (saraf kranial ke-7) mengalami peradangan atau pembengkakan sehingga mengganggu sinyal dari otak ke otot wajah.
Meski penyebab pastinya belum sepenuhnya dipahami, sebagian besar kasus Bell’s Palsy dapat pulih sepenuhnya dalam beberapa minggu hingga bulan. Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai penyebab, gejala, diagnosis, serta pengobatan Bell’s Palsy, agar masyarakat dapat mengenalnya sejak dini dan melakukan penanganan yang tepat.

Apa Itu Bell’s Palsy?
Bell’s Palsy merupakan gangguan pada saraf fasialis (facial nerve) yang mengendalikan otot-otot wajah, termasuk gerakan mata, bibir, kelopak, dan ekspresi wajah. Ketika saraf ini mengalami peradangan, transmisi sinyal dari otak ke otot terganggu, menyebabkan kelumpuhan pada salah satu sisi wajah.
Kondisi ini biasanya timbul secara tiba-tiba, bahkan hanya dalam hitungan jam, dan mencapai puncak keparahan dalam waktu 48 jam. Bell’s Palsy dapat dialami oleh siapa saja, namun lebih sering terjadi pada orang berusia 15–60 tahun. Meskipun menyerupai stroke karena menyebabkan wajah miring sebelah, Bell’s Palsy tidak disebabkan oleh gangguan pada otak atau pembuluh darah, melainkan pada saraf wajah itu sendiri.
Gejala Bell’s Palsy
Gejala utama Bell’s Palsy adalah kelumpuhan atau kelemahan mendadak pada satu sisi wajah. Tingkat keparahannya bisa ringan (hanya menurunkan sedikit ekspresi) hingga berat (tidak bisa menggerakkan wajah sama sekali).
Berikut gejala umum yang sering muncul:
- Wajah tampak menurun atau miring di satu sisi.
Sisi yang terkena tampak lemas, terutama di sudut mulut atau kelopak mata. - Kesulitan menutup mata atau tersenyum.
Kelopak mata mungkin tidak bisa menutup sempurna, menyebabkan mata kering atau berair. - Air liur menetes.
Karena otot mulut melemah, penderita sulit mengontrol air liur. - Hilangnya rasa pada lidah sebagian.
Saraf fasialis juga mempengaruhi indera perasa di dua pertiga bagian depan lidah. - Nyeri di belakang telinga atau rahang.
Rasa nyeri atau pegal dapat muncul sebelum atau saat gejala utama terjadi. - Sensitivitas terhadap suara meningkat (hiperakusis).
Penderita dapat merasa tidak nyaman terhadap suara keras di telinga sisi yang terkena. - Kesulitan berbicara dan makan.
Karena otot mulut tidak sinkron, penderita mungkin kesulitan mengucapkan kata tertentu atau mengunyah dengan benar.
Pada sebagian orang, gejala tambahan seperti sakit kepala, mata kering, atau perubahan air mata juga dapat terjadi.
Penyebab dan Faktor Risiko
Hingga kini, penyebab pasti Bell’s Palsy belum diketahui. Namun, para ahli meyakini bahwa kondisi ini berkaitan dengan infeksi virus yang menyebabkan peradangan saraf wajah.
Beberapa virus yang sering dikaitkan dengan Bell’s Palsy antara lain:
- Virus Herpes Simplex (HSV-1) – penyebab utama, juga memicu sariawan.
- Varicella Zoster Virus (VZV) – penyebab cacar air dan herpes zoster.
- Epstein-Barr Virus (EBV) – penyebab mononukleosis.
- Cytomegalovirus (CMV)
- Influenza B dan Adenovirus
Ketika virus ini menginfeksi, sistem kekebalan tubuh merespons dengan menyebabkan peradangan di saraf wajah. Pembengkakan yang terjadi di dalam tulang temporal (area kepala di dekat telinga) menekan saraf dan menghambat aliran impuls listrik.
Faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan terkena Bell’s Palsy:
- Infeksi virus pernapasan atas (seperti flu atau pilek).
- Kehamilan, terutama pada trimester ketiga atau awal pasca melahirkan.
- Diabetes mellitus, yang dapat mempengaruhi fungsi saraf.
- Riwayat keluarga dengan Bell’s Palsy.
- Hipertensi (tekanan darah tinggi).
- Stres berat atau kelelahan fisik.
Diagnosis Bell’s Palsy
Tidak ada tes tunggal untuk memastikan Bell’s Palsy. Dokter biasanya menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan riwayat medis pasien.
Langkah-langkah pemeriksaan yang umum dilakukan:
- Pemeriksaan fisik wajah: dokter akan meminta pasien mengangkat alis, menutup mata, tersenyum, atau meniup pipi untuk melihat sisi mana yang melemah.
- Pemeriksaan neurologis: memastikan tidak ada gangguan lain seperti stroke atau tumor otak.
- Tes elektrofisiologi (EMG): mengukur aktivitas listrik otot wajah untuk menilai kerusakan saraf.
- Pencitraan (MRI atau CT scan): dilakukan bila gejala tidak khas atau diduga penyebab lain seperti tumor, infeksi telinga dalam, atau cedera kepala.
Pengobatan Bell’s Palsy
Sebagian besar kasus Bell’s Palsy dapat pulih total dalam waktu 3–6 bulan, terutama jika penanganan dimulai sejak dini. Tujuan pengobatan adalah mengurangi peradangan, mempercepat pemulihan saraf, serta mencegah komplikasi pada mata dan wajah.
1. Obat-obatan
- Kortikosteroid (Prednison): obat antiinflamasi yang paling efektif untuk mengurangi pembengkakan saraf. Sebaiknya diberikan dalam 72 jam pertama sejak gejala muncul.
- Antivirus (Acyclovir atau Valacyclovir): dapat diresepkan bila infeksi virus herpes diduga menjadi penyebab.
- Obat tetes mata dan pelumas: untuk mencegah iritasi pada mata yang tidak bisa menutup sempurna.
2. Fisioterapi Wajah
Terapi ini membantu memperkuat otot-otot wajah dan mempertahankan simetri wajah selama masa pemulihan. Latihan sederhana seperti mengangkat alis, meniup, atau mengucapkan huruf vokal secara berulang dapat membantu memperbaiki koordinasi otot.
3. Perawatan Mata
Karena kelopak mata tidak menutup sempurna, mata mudah kering dan berisiko mengalami infeksi atau luka pada kornea. Penderita dianjurkan:
- Menggunakan pelindung mata saat tidur.
- Meneteskan air mata buatan secara rutin.
- Mengenakan kacamata pelindung saat keluar rumah.
4. Terapi Tambahan (Jika Diperlukan)
Beberapa metode alternatif juga bisa mendukung pemulihan, seperti:
- Akupunktur untuk merangsang fungsi saraf.
- Terapi pijat lembut untuk melancarkan aliran darah.
- Konsumsi vitamin B kompleks yang mendukung regenerasi saraf.
5. Tindakan Bedah (Jarang Diperlukan)
Dalam kasus yang sangat jarang dan berat, bila saraf wajah benar-benar tertekan, operasi dekompresi saraf mungkin dipertimbangkan. Namun, prosedur ini memiliki risiko tinggi dan tidak selalu memberikan hasil lebih baik.
Prognosis dan Pemulihan
Sebagian besar penderita Bell’s Palsy mengalami pemulihan total dalam waktu 2 hingga 6 bulan. Namun, pemulihan bisa lebih lama pada kasus berat atau jika pengobatan terlambat dimulai.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pemulihan antara lain:
- Usia pasien (lebih muda biasanya pulih lebih cepat).
- Tingkat keparahan kelumpuhan.
- Kondisi kesehatan umum, seperti diabetes atau hipertensi.
Sekitar 15% pasien mungkin mengalami sisa gejala ringan seperti sedikit kelemahan otot wajah, kedutan ringan, atau pergerakan otot tidak sinkron (synkinesis).
Pencegahan dan Perawatan Diri di Rumah
Meskipun tidak selalu bisa dicegah, beberapa langkah dapat membantu mengurangi risiko Bell’s Palsy dan mempercepat penyembuhan:
- Kelola stres dan jaga daya tahan tubuh.
Sistem imun yang kuat membantu mencegah infeksi virus penyebab peradangan saraf. - Istirahat cukup dan konsumsi makanan bergizi.
Vitamin B12, omega-3, dan antioksidan penting untuk kesehatan saraf. - Jaga kebersihan mulut dan mata.
Karena kelemahan otot dapat memengaruhi produksi air mata dan air liur. - Hindari paparan angin langsung di wajah.
Meskipun tidak terbukti langsung menyebabkan Bell’s Palsy, udara dingin dapat memperburuk gejala. - Lakukan latihan wajah ringan setiap hari.
Latihan ekspresi sederhana membantu mempercepat pemulihan saraf dan otot wajah.
Bell’s Palsy merupakan kelumpuhan wajah sementara akibat gangguan pada saraf fasialis. Kondisi ini sering muncul secara tiba-tiba dan menimbulkan kekhawatiran, namun umumnya dapat pulih sepenuhnya dengan pengobatan dan terapi yang tepat. Penanganan cepat dalam 72 jam pertama sangat penting untuk mempercepat pemulihan. Dengan kombinasi obat, fisioterapi, dan perawatan mata yang baik, sebagian besar penderita dapat kembali memiliki fungsi wajah normal. Kesadaran masyarakat untuk membedakan Bell’s Palsy dari stroke juga sangat penting, agar penderita mendapatkan pertolongan medis tepat waktu dan terhindar dari komplikasi yang lebih serius.
Jaga kesehatan Anda dan keluarga dengan layanan lengkap dari Blooming Health Care. Kami menyediakan jasa vaksinasi, infus vitamin, dan perawatan home care profesional langsung ke rumah, aman, nyaman, dan ditangani tenaga medis berpengalaman. Tanpa antre, tanpa repot, cukup hubungi kami dan tim kami akan datang ke lokasi Anda. Blooming Health Care siap melayani Anda dalam Bahasa Inggris, Indonesia, dan Mandarin untuk pengalaman perawatan yang lebih nyaman dan personal.
Blooming Health Care, solusi sehat dan praktis di era modern. Hubungi WA kami 0813 9077 7205 untuk konsultasi lebih lanjut.
Daftar Referensi
- Mayo Clinic. (2023). Bell’s Palsy – Symptoms and Causes.
- National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS). (2022). Bell’s Palsy Fact Sheet.
- Harvard Health Publishing. (2023). Facial Nerve Paralysis and Bell’s Palsy.
- World Health Organization (WHO). (2022). Neurological Disorders: Peripheral Nerve Conditions.
- Cleveland Clinic. (2023). Bell’s Palsy: Diagnosis, Treatment, and Recovery.
Baca Juga: Tuberkulosis: Penyakit Menular yang Menjadi Tantangan Dunia
